top of page
Search

Tips Mencegah dan Mengatasi Bahaya Panen Sarang Walet yang Menjadi Rampasan

galip700

Di Kecamatan Samuda, Kabupaten Sampit, Kalimantan Tengah, terdapat seorang petani walet yang sukses bernama H. Ralet. Beliau menggunakan teknik panen sarang walet dengan cara rampasan sekitar tahun 2000. Dalam hasilnya, sarang-sarang tersebut memiliki kualitas yang sangat baik dengan warna putih yang masih jernih serta kondisi yang bersih karena belum pernah dihuni induk walet. Hal ini membuat harga sarang yang dihasilkan menjadi mahal dan H. Ralet menjadi satu-satunya penguasa tunggal pemain walet di tempatnya. Oleh karena itu, beliau diakui sebagai sosok yang sangat berpengaruh di bidang ini dan menginspirasi petani walet lainnya untuk mengadopsi teknik yang sama.


Dalam setiap pola panen rampasan yang dilakukan, terjadi efek stres pada burung walet yang dapat merugikan kesehatannya. Namun, meskipun merasakan sakit hati, burung walet tetap setia kembali ke gedung yang dimilikinya karena tidak ada gedung walet lain selain miliknya sendiri yang dapat dijadikan tempat sarang. Terlepas dari tangisan sedih yang terdengar, burung walet pada keesokan harinya akan tetap berkunjung untuk membuat sarang baru dengan perasaan yang sedang bersedih hati. Rintihan kecil burung walet menjadi saksi dalam pikirannya atas kekejaman manusia yang telah merampas sarangnya. Saat ini, pemilik H. Ralet tidak dapat melakukan panen dengan pola panen rampasan lagi karena dapat membuat burung walet berpindah ke gedung walet yang lebih siap menunggunya. Pada tahun 2000, hanya terdapat dua gedung walet di Samuda yang terletak 40 kilometer dari Sampit, tetapi kini telah banyak berdiri lebih dari 300 gedung walet. Kota kecil ini kini sudah padat dengan gedung walet dan investasi di daerah tersebut tidak lagi menjanjikan.


Tidak jauh dari Samuda, terdapat sebuah kawasan yang dikenal sebagai Pagatan. Di daerah ini terdapat populasi walet yang sangat potensial. Namun, untuk dapat mencapai Pagatan, diperlukan waktu sekitar 2 jam dengan naik sampan menyusuri sungai dan melewati laut lepas dari Sampit. Di sana, terdapat seorang pegawai kesehatan bernama Mahruji yang menjadi satu-satunya pemilik gedung walet di daerah tersebut dan menikmati limpahan rejeki dari sarang walet. Mahruji selalu melakukan pola panen rampasan untuk mendapatkan hasil yang maksimal, tanpa memikirkan pengaruh yang ditimbulkan. Meskipun walet sering mengalami stress, mereka tetap pulang ke rumahnya. Namun, ketika gedung walet mulai banyak dibangun baik oleh orang lokal maupun pendatang, walet yang sedih dan stress karena pola panen rampasan ini sangat mungkin untuk hijrah ke gedung-gedung baru yang diharapkan lebih aman untuk melanjutkan rantai reproduksi walet secara alami. Menggunakan istilah atau bahasa dalam pola panen ini, yaitu "rampasan", sudah memiliki konotasi negatif karena berarti merampas sarang walet dan merampas hak hidup piyik-piyik walet. Oleh karena itu, pola panen rampasan seharusnya tidak dilakukan karena dapat menghancurkan populasi walet dan mengubah penggunaannya hanya sebagai mesin produksi pencetak rupiah. Sebaiknya, pola panen yang lebih baik untuk walet harus diterapkan agar mereka bisa tumbuh dan berkembang dengan alami serta tetap terjaga keberlangsungan hidupnya.


Kalimantan, wilayah di Indonesia yang kaya akan keberagaman alam termasuk gua-gua yang menjadi habitat bagi populasi walet. Pada umumnya, cara panen walet dengan cara biasa sangatlah sulit dan mengharuskan tangan manusia mencapai langit-langit gua yang relative tinggi. Oleh karena itu, banyak petani melakukan panen rampasan. Meskipun cara ini efektif, sangat disayangkan bahwa hasil panen yang didapat seringkali merusak sarang walet yang tersebar di lekuk-bebatuan gua yang sulit dijangkau. Dengan demikian, banyak telur dan piyik walet yang mati sia-sia serta jatuh ke dasar gua. Meskipun hal ini terjadi, banyak petani yang hanya mengejar target dan waktu panen sesuai dengan keinginan bosnya. Kadangkala, panen dilakukan hingga 2 hari 2 malam tanpa henti. Akibatnya, walet merasa stress dan akhirnya meninggalkan gua untuk mencari tempat baru untuk menghindari gangguan panen.




Referensi:

 
 
 

Komentarze


bottom of page