
Para petani walet seringkali dihadapkan pada masalah keberadaan predator seperti tikus dan burung hantu yang dapat merusak bangunan walet mereka. Akhir-akhir ini, banyak anggota komunitas walet yang merasa terganggu dan mulai mencari solusi melalui aplikasi pesan instan terkait masalah burung hantu dan cara mengatasinya. Masalah ini sangat meresahkan terutama di beberapa area, karena dapat mengancam investasi masa depan yang bernilai ratusan juta rupiah. Selain itu, jika bangunan walet terinfeksi burung hantu, bukan hanya akan mengganggu kenyamanan populasi walet di dalamnya, tapi juga dapat memperparah ancaman yang dihadapi walet karena burung hantu juga memangsa burung walet itu sendiri. Oleh karena itu, sangat penting bagi para petani walet untuk segera mengambil tindakan untuk melindungi investasi dan populasi walet yang mereka miliki dari ancaman predator seperti burung hantu dan tikus.
Antara pukul 7 hingga 9 malam, ketika bulan memancarkan cahayanya bagi malam yang damai, kita dapat melihat keliaran burung hantu di dekat gedung walet merambah masuk melalui LMB. Dalam kegelapan, predator malam ini bergerak gesit dan tangkas dengan tekun mengejar mangsanya yang berupa tikus sebagai sumber makanan utamanya. Sepulang dari berburu, burung hantu tersebut kembali ke dalam gedung walet untuk beristirahat dan tidur di siang harinya. Di dalam gedung walet, bukan hanya menjadi tempat tinggal, tetapi juga tempat alas kawasan tempat ini untuk bertelur dan beranak pinak. Terkadang, anggota melaporkan bahwa ketika kontrol dilakukan, terdapat dua ekor anak burung hantu yang telah tumbuh mandiri dan memiliki bulu lengkap terletak di sudut ruangan, menandakan bahwa lingkungan di gedung walet sangat nyaman dan mendukung kelangsungan hidup burung hantu dengan baik.
Ada berbagai macam metode yang dapat dilakukan untuk menjaga keamanan bangunan sarang walet dari serangan burung hantu. Salah satu metode efektif adalah dengan memasang teralis pada setiap jendela yang ada di Lantai Menara Bangunan (LMB), namun banyak yang menganggap metode ini terlalu ekstrem karena sudah dianggap tidak efektif lagi. Mengimplementasikan sistem manual buka-tutup LMB juga terlalu sulit karena letak bangunan yang jauh. Oleh karena itu, opsi terakhir yang ditempuh adalah memasang teralis pada setiap jendela di bangunan sarang walet meskipun banyak mengorbankan hal lainnya. Sebagai contoh, anggota dari Kerawang, Bang Herman memasang teralis pada setiap jendela dengan jarak antar besi sebesar 11 cm. Ukuran teralisnya juga dirancang semnipit mungkin agar burung hantu tidak dapat masuk. Selain itu, pada kasus lain di Pemalang, Pak Yan juga memasang teralis dengan jarak antar besi sebesar 12 cm, namun setelah dipasang selama sehari, ternyata jendela masih bisa dibuka karena burung hantu masih bisa masuk ke dalam bangunan tersebut.
"Selamat pagi Pak Arief. Saya baru saja memasang teralis besi dengan ketebalan 14 mm dan dilengkapi dengan lubang berukuran 12 cm. Namun, dalam pengalaman saya, ada burung yang tetap berhasil masuk ke dalam teralis tersebut. Saya melihat dengan mata kepala sendiri ketika burung itu terbang di depan lubang teralis dan tiba-tiba kepala burung itu masuk di antara teralis dengan kepakan sayap yang kuat. Saya kagum dengan kecerdikan dan keberaniannya. Insiden ini terjadi di gedung walet milik Pak Yan yang berada di dekat alun-alun kota Pemalang, Jawa Tengah. Saya penasaran, apakah dengan adanya teralis ini akan menghalangi burung walet untuk masuk dan keluar dari gedung? Setelah saya memastikan, jawabannya adalah iya. Burung walet tidak lagi akan bebas masuk ke dalam gedung karena sudah terdapat penghalang berupa teralis besi yang telah dipasang."
Di sebuah gedung walet di Jawa, LMB (Lubang Masuk Burung) yang tidak dilengkapi teralis di dalamnya akan memungkinkan para walet masuk dengan cepat. Namun, saat teralis dipasang pada LMB, para walet akan terbang masuk dengan kecepatan yang lebih lambat. Umumnya, LMB pada gedung walet di Jawa memiliki ukuran sempit yakni sekitar 15 cm x 80 cm. Hal ini dilakukan untuk mereduksi masuknya cahaya ke dalam gedung the walet. Karena gedung walet harus minim cahaya agar para walet tetap betah di dalamnya. Selain itu, ukuran LMB yang sempit juga memberikan manfaat untuk keamanan. Dengan LMB yang sempit, pemilik gedung walet dapat terhindar dari aksi perampokan yang mengincar gedung tersebut. Meski ukuran LMB pada gedung walet di Jawa cukup sempit, popularitas para walet di dalamnya tidak berkurang. Mereka tetap betah tinggal di sana.
Pada hari pertama dilakukan pemasangan teralis pada gedung walet, ada kemungkinan bahwa burung-burung walet akan merasa terkejut dan membutuhkan proses adaptasi yang lebih cepat. Secara wajar, meski harus terbang mengelilingi LMB yang cukup sempit sebanyak tiga kali, walet akan beradaptasi dengan keadaan tersebut dan terus memasuki gedung tersebut. Terlepas dari ramainya area depan LMB, hal tersebut tidak akan membuat para walet menjadi kabur atau mulai berpindah ke gedung lain. Selanjutnya, setelah proses adaptasi selesai, seluruh burung walet akan mulai terbiasa dengan lingkungan baru dan masuk ke dalam gedung dengan lebih mudah lagi.
Agar teralis tidak menjadi halangan besar bagi walet saat memasuki gedung, dibutuhkan beberapa upaya yang perlu dilakukan. Tujuannya adalah untuk membantu walet agar lebih mudah masuk ke dalam gedung. Pertama, teralis besi harus dicat dengan warna putih agar walet bisa melihat penghalang itu di depannya. Selain itu, lampu penerangan juga perlu dipasang di atas bagian dalam teralis untuk membantu walet ketika kembali ke sarang mereka pada malam hari. Dengan melakukan upaya ini, teralis bisa diubah menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat bagi kelangsungan hidup walet. Adanya teralis ini juga bisa memperlihatkan bahwa manusia dan hewan bisa hidup berdampingan secara harmonis asalkan terdapat upaya dari kedua pihak untuk saling menghargai dan membantu.
Referensi:
Comentarios